Senin, 11 Juli 2011

Sejarah Berdiri nya Kota PONTIANAK

Asal Usul Kota Pontianak (Kalimantan Barat)

Kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat di Indonesia. Kota ini terkenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis lintang  nol derajat bumi. Di utara kota ini, tepatnya Siantan, terdapat monumen  atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui  garis lintang nol derajat bumi. Selain itu Kota Pontianak juga dilalui Sungai Kapuas yang adalah sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas  membelah kota Pontianak , simbolnya diabadikan sebagai lambang Kota  Pontianak.



Tugu Khatulistiwa di Pontianak


RIWAYAT ORANG YANG MEMBUKA KOTA PONTIANAK


Menurut sejarah, empat orang pemuda penduduk kota Trim  HadramautNegeri Arab, masing-masing bernama Al Habib Husin berumur 18  tahun, Al saijid Moehammad bin Achmad Guraisj, bersepakat memenuhi  anjuran Guru pengajiannya untuk pergi merantau keluar Negeri Arab guna menyebarkan Syari'at Islam dengan tujuan ke daerah sebelah Timur tempat terdapat  negeri-negeri yang subur dan tanahnya banyak tumbuh pohon yang  menghijau. Setelah keempat pemuda Trim tersebut meniggalkan negeri Arab,  maka negeri pertama yang disinggahinya adalah Trengganu (negera bagian  Malaysia sekarang); di Trengganu inilah keempat pemuda tersebut  berpisah-pisah dengan tujuan masing-masing, Al Saijid Umar Assagaf masuk  ke Negeri Siak dan mengajar agama, Al Saijid Moehammad bin Achmad  Guraisj memilih menetap di Trengganu mengajar Syari'at Islam. Saijid  Abubakar Idrus dan Al Habib Husin menuju ke aceh, di Aceh mereka  mengajar Hukum Syara dan Syari'at Agama.

Tiada berapa lama di Aceh, Al Habib Husin pergi ke Betawi selama 7 bulan  (tujuh bulan) lalu terus pergi ke Semarang. Al Habib bertemu dengan  seorang yang bernama Syekh Salim Hambal dan tinggal bersama-sama  di tempat Syekh Salim Hambal. Setelah dua tahun tinggal di Semarang maka  Al Habib Husin bermaksud akan keluar dari Semarang menuju kesebelah  Timur, dimana memenuhi petunjuk dari gurunya di mana banyak pohon-pohon  yang berdaun hijau, di situlah Al Habib Husin akan menetap.

Maksud Al Habib Husin disampaikan kepada Syekh Salim Hambal dan atas  anjurannya sebaiknya ia pergi saja ke Negeri Matan, karena negeri Matan  itupun sebelah Timur dan tanahnya subur. Maka dengan saran-saran dari  Syekh Salim Hambal ini diterima oleh Al Habib Husin. Tiada berapa lama  maka berlayarlah Al Habib bersama dengan Syekh Salim Hambal kenegeri  Matan. Setibanya di Matan, AL Habib Husin bertemu dengan seorang bernama Saijid Hasyim bin Yahya. Orangnya dikenal berani dan jika ia berjalan  senantiasa membawa tongkat besi yang beratnya kira-kira delapan kati.  Ciri-ciri khas dari Saijid Hasyim ialah memelihara janggut yang selalu  dipacarnya, sehingga janggut tersebut berwarna merah.

Oleh orang-orang Matan Saijid Hasyim dikenal dengan panggilan "Tuan Janggut Merah". Saijid Hasyim terkenal sebagai seorang  fanatik. Kedatangan Al Habib Husin terdengar oleh Raja Matan maka pada  suatu hari Raja Kerajaan Matan berhasrat untuk menjamu sebagai  perkenalan dan penghormatan kepada Al Habib Husin yang baru datang,  untuk menyebarkan Syari'at Agama Islam.

kacip-pembelah-pinang

Setelah para undangan hadir dan duduk pada majelis besar tersebut  sebagaimana lazim setiap perjamuan maka diangkatlah tempat sirih sebagai  adapt. Pada tempat sirih tersebut selain kelengkapan sirih terdapat  pula sebuah kacip pembelah pinang yang berbentuk kepala burung. Setelah  Saijid Hasyim sebagai orang yang fanatik melihat kacip tersebut, lalu  diambil dan dipatah-patah  kacip tersebut dengan  tangannya. Perbuatan itu membuat Raja Matan dan majelis serta Al Habib Husin bermuram durja.

Dengan tidak diduga oleh majelis maka Al Habib Husin membuat sekapur  sirih dari tempat sirih tersebut sambil berdoa dan mengambil kacip yang  telah dipatah-patahkan itu dan dipjit-pijitnya dengan air sirih dan  dengan Rahmad Kodrat Allah Ta'ala kacip tersebut kembali dengan  keadaannya sebagai sedia kala. Melihat hal tersebut sekalian majelis dan  Raja Matan merasa takjub dan gembira, untuk selanjutnya perjamuan  dilanjutkan sehingga berakhir dengan penuh khidmad. Setelah kembali Al  Habib Husin ke rumahnya masing-masing, maka Raja Matan bermusyawarah  dengan sekalian menteri-menterinya.

"Begaimana pendapat kalian tentang perbuatan Saijid Hasyim yang walaupun  ia telah lama tinggal di negeri Matan, tetapi karena terlalu fanatik  sehingga banyak merusak dalam negeri, berlainan dengan Al Habib Husin,  walaupun baru datang tetapi ia dapat membuktikan dan memperbaiki  barang-barang yang rusak, oleh karenanya wahai para menteri, manalah  yang lebih baik kita ikuti atau tiru ajarannya."

Maka oleh  menteri-menteri dijawab sebaiknya kita mengikuti ajaran Al Habib Husin.  Kemudian Raja Matan menyerahkan kepada Al Habib Husin untuk memangku  jabatan Mufti Peradilan Agama dan penyebar Syariat Agama Islam.

Oleh karena dalam segala tindakan Al Habib Husin dalam menjalankan  tugasnya betul-betul bertindak adil dan jujur sesuai dengan ajaran agama  Islam maka Raja Matan beserta seluruh rakyatnya sangat malu dan hormat  kepada Al Habib Husin. Tiada berapa lama maka Al Habib Husin dikawinkan  oleh Raja Matan dengan seorang putri bernama Nyai Tua. Dari perkawinan  ini Al Habib Husin memperoleh anak pertama perempuan bernama Syarifah  Khatijah dan anak kedua laki-laki bernama Syarif Abdurachman dan anak  ketiga perempuan bernama Syarifah Aluyah, anak keempat laki-laki bernamaSyarif Alwi.

Menurut cerita Al Habib Husin di negeri Matan telah tiga kali  beristri tetapi tidak pernah memadukan istri-istrinya melainkan  perkawinan yang dikenal dengan istilah "Ganti Tikar". Dari istri  yang kedua dan ketiga inipun memperoleh enam orang anak. Selama ia di  Matan dalam memangku jabatan sebagai Mufti namanya tersebar luas  ke seluruh kerajaan-kerajaan lain, sehingga tibalah suruhan dari Raja Mpu  Daeng Menambon untuk meminta kepada Al Habib Husin agar mau ke Mempawah mengajar agama Islam. Permintaan Raja Mempawah ini belum dapat dipenuhi  oleh Al Habib Husin karena ia merasa bertanggung jawab dan merasa  dikasihi oleh Raja Matan, dengan ini  permintaan Raja  Mempawah belum dapat dipenuhi. Tetapi pada suatu ketika tidak berapa  lama kemudian tiba-tiba datanglah suatu perahu Lancang dari Negeri Siantan  dengan nahkodanya bernama Ahmad membawa dagangan ke Negeri Matan.

Tibanya Ahmad di Matan telah melakukan suatu perbuatan yang tidak  patut terhadap perempuan sehingga menimbulkan kemarahan Raja Matan  sehingga nahkoda Ahmad akan dibunuh, tetapi mengingat Raja Matan telah  menyerahkan tanggung jawab peradilan kepada Al Habib Husin maka niat  untuk membunuh nahkoda Ahmad tidak terlaksana, dan perkara nahkoda Ahmad  diserahkan kepada Al Habib Husin. Oleh Al Habib Husin diputuskan bahwa  nahkoda Ahmad tidak dihukum bunuh, tetapi dengan hukuman denda uang saja  dan nahkoda Ahmad disuruh bertobat memohon ampun kepada Raja Matan,  yakni sebagai hukum Ta'zir. Keputusan Al Habib Husin itu diterima oleh  Raja Matan walaupun keputusan itu bertentangan dengan keinginannya.Setelah menerima keputusan tersebut nahkoda Ahmad memohon kepada Raja  Matan untuk pulang ke Negeri Siantan, dan permohonan nahkoda Ahmad  dikabulkan. Tetapi secara diam-diam Raja Matan memerintahkan kepada dua  buah perahu dan laskarnya untuk menyerang perahu nahkoda Ahmad. Dalam  penyerangan tersebut nahkoda Ahmad terbunuh di Muara Kayung Matan.  Berlakunya kejadian tersebut didengar oleh Al Habib Husin maka Al Habib  Husin merasa kecewa atas perbuatan dan dendam dari Rajanya yang tidak  teguh menurut Syari'at Muhammadiyah.

Kekecewaan Al Habib Husin itu membuat ia menulis surat kepada Raja  Mempawah Mpu Daeng Menambon yang menyatakan kesediaanya untuk hijrah ke  Mempawah. Dan jika menerima Al Habib Husin minta dibuatkan sebuah rumah  dan surau yang terletak di Kuala dimana penghabisan pohon nipah.

Setelah Raja Mempawah Mpu Daeng Menambon menerima surat Al Habib  Husin dan maklum akan isinya, untuk memenuhi permintaan tentang  permbuatan rumah dan surau, maka Raja Mempawah Mpu Daeng Menambon  berangkat sendiri mencari tempat yang dihajatkan oleh Al Habib Husin  dengan diiringi oleh anak cucu serta Menteri-menterinya dan pencarian  tersebut, Raja Mempawah menemui tempat yang dimaksud oleh Al Habib Husin  pohon nipah dan tempat tersebut bernama "GALAH HIRANG".

Dengan serta merta pada tempat tersebut didirikan Rumah dan Surau  yang dimaksud. Setelah selesai pembuatan Rumah dan Surau maka Raja  Mempawah menyuruh anaknya yang bernama Gusti Haji Gelar Pangeran Mangku untuk pergi ke Matan dengan membawa dua buah perahu besar untuk  menjemput Al Habib Husin dan mempersembahkan rumah dan surau yang telah  diperbuat di Galah Hirang itu.

Setibanya di Matan utusan Raja Mempawah diterima dengan baik oleh Al  Habib Husin dan berangkatlah ia dari Matan ke Mempawah pada tahun 1160pada delapan hari bulan Muharram dengan iringan 5 buah perahu yaitu 2  buah perahu Raja Mempawah yang mengambil dan tiga buah perahu Raja Matan  yang mengantar. Menurut cerita Al Habib Husin di Matan setelah 17 tahun  baru pindah ke Mempawah, dalam kepindahan tersebut Syarif Abdurachman  berusia 18 tahun Al Habib Husin bermaksud akan mengawinkan Syarif  Abdurachman dengan puteri Raja Mempawah bernamaUtin Tjandramidi,  menurut cuplikan dalam kisah pinangan Al Habib Husin terhadap putri Raja  Mempawah dirasakan berat untuk menerima tetapi untuk menolak pinangan  Al Habib Husin sebagai guru yang mengajar Agama Islam sangat dihormati,  maka terpikirlah oleh Raja Mempawah Mpu Daeng Menambon untuk mencari  alasan atas pinangan Al Habib Husin terhadap putrinya Utin Tjandramidi.

Maka terpikirlah oleh Raja Mempawah dengan membuat alasan yaitu  diminta maharnya seribu buah pahar (tempat hidangan makan). Mahar yang  diajukan Raja Mempawah ini diluar dugaannya dapat dipenuhi oleh Al Habib  Husin sehingga Raja Mempawah Mpu Daeng Menambon sangat terkejut atas  dipenuhinya mahar yang diminta. Oleh Al Habib Husin, janji wajib ditaati  karena barang yang ditetapkan sebagai mahar sudah dipenuhi oleh Al  Habib Husin, maka pinangan Al Habib Husin oleh Raja Mempawah Mpu Daeng  Menambon diterima, dan Syarif Abdurachman dikawinkan dengan putri Utin  Tjandramidi.

Selama Al Habib Husin tinggal di Mempawah, puteranya Syarif  Abdurachman selalu merantau yaitu ke pulau Tambelan, Pulau Siantan  Palembang danBanjar. Di Banjar, Syarif Abdurachman kawin lagi dengan  putri Sultan Saat yang bernama Ratu Syahranun dan oleh Sultan Banjar  Syarif Abdurachman diangkat menjadi Pangeran Syarif Abdurachman Nur  Alam. Setelah dua tahun di Banjar kembali ke Mempawah, kemudian  berangkat lagi dari Mempawah ke Banjarselama 4 tahun baru pulang ke  Mempawah dan setibanya di Mempawah didapatinya bahwa Ayahnda Al Habib  Husin telah wafat pada Hijrah Sannah 1184 tahun Waw tiga hari bulan  Zulhijah pukul dua hari Arba'a, dimakamkan di Mempawah kampung Galah  Hirang.

Setelah tiga bulan ia berada di Mempawah maka Syarif Abdurachman  bermusyawarah dengan saudara-saudaranya antara lain Syarif Alwi, Syarif  Abubakar dan Syarif Hamid Bah'bud. Musyawarah ini bertujuan untuk  keluar dari Mempawah mencari tempat kediaman yang baru. Setelah  permufakatan disetujui maka berangkatlah Syarif Abdurachman dengan  saudara-saudaranya serta pengikutnya dengan memakai 14 (empat belas)  perahu yang bernama "KAKAP" menyusuri sungai, dan menurut cerita,  Syarif Abdurachman dan rombongan sungai yang pertama dimasuki adalah Sungai Peniti. Dalam menyusuri Sungai Peniti di waktu Dhohor sampai  disebuah tanjung dimana Syarif Abdurachman dan pengikutnya bersembahyang  zuhur di Tanjung tersebut dan menginap disuatu tempat yang sekarang  terkenal dengan nama"KELAPA TINGGI SEGEDONG".

Dalam penginapan di tempat tersebut Syarif Abdurachman mendapat  alamat yang tidak baik bahwa pada tempat tersebut tidak baik untuk  dibuat tempat tinggal, maka rombongan memutuskan keluar Sungai Peniti  menyusuri Mudik ke hulu. Menurut kisah di mana Tanjung tempat Syarif  Abdurachman sembahyang dhohor itu dikenal dengan nama Tanjung Dhohor.Dalam menyusuri sungai besar ke hulu (Sungai Kapuas, sekarang) diketahui  sebuah pulau yang sekarang dikenal dengan nama "Batu Layang".  Sesampai di pulau tersebut rombongan Syarif Abdurachman mulai mendapat  gangguan-gangguan dari hantu Pontianak, dengan kejadian tersebut Syarif  Abdurachman memerintahkan kapada pengikutnya untuk menembah memerangi  hantu-hantu Pontianak itu. Sambil menyusuri sungai, rombongan Syarif  Abdurachman pada subuh hari tanggal 14 hari bulan Rajab Tahun 1184 H  sampai dimuara atau dipersimpangan sebuah sungai yang sekarang terkenal  dengan persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.



Masjid pertama yang dibangun di kota Pontianak ini terletak tepat di sisi sungai Kapuas, berhadapan dengan Keraton Kadariyah. Dibangun oleh pendiri kota Pontianak, Sultan Syarif Abdurrahman pada tahun 1771


Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka    sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah    delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu    membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi    nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan Keraton   Kadariah.

Keraton Kadariah

Latar belakang dan sejarah mengapa Syarif Abdurachman Nur Syah Alam  memutuskan membuat tempat di Tanjung persimpangan muara Sungai Kapuas  dan Sungai Landak tidak lain adalah Syarif Abdurachman meyakinkan tempat  yang dibangun ini di kemudian hari dapat berkembang sebagai kota  perdagangan dan pelabuhan, dengan kegiatan pembangunan yang diusahakan  oleh Syarif Abdurachman dan kebijaksanaannya Syarif Abdurachman  membangun negeri hingga banyaklah pendatang-pendatang bukan saja dari  perhuluan melainkan dari kerajaan lain seluruh Nusantara kita yang  menetap di tempat yang dibuka oleh Syarif Abdurachman dan menjadi  penduduk.

Syarif Abdurachman berhasil mengatur, memimpin perkembangan  kota dan penduduk sehingga menurut ceritanya pada tanggal 8 bulan Sya’ban 1192  Hijriah  hari isnen dengan dihadiri oleh Raja  Mempawah Muda Riau dan Raja Mempawah, Landak, Kubu Matan dinobatkanlah Syarif Abdurachman Ibnu Al Habib Alkadrie sebagai Sultan Pontianak. Di bawah kepemimpinannya kerajaan Pontianak berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan yang cukup disegani.

Selanjutnya pada Hijrah Sannah 1194 bersamaan pada tahun 1773 masuk  dominasi Kolonialis Belanda yang datang dari Betawi yaitu  Assisten Residen Rembang nama Williem Ardipoln, dan mulai pada masa  tersebut dimulai berdiam Bangsa Belanda di Pontianak yang terkenal  dengan tanah Seribu selanjutnya berkembang terus. Dan menurut  tulisan-tulisan bahwa baru pada 5 Juli 1779 O.I.Compagnic membuat  persetujuan dengan Sultan Pontianak dan Sultan Abdurachman Ibnu Al Habib  Husin Alkadrie Wafat pada tanggal 28 Pebruari 1808. Demikianlah  berakhirnya riwayat permbukaan Kota Pontianak yang kita cintai.

+++++++++++++++++

CATATAN TAMBAHAN
       
  • Sejarah pendirian kota Pontianak yang dituliskan oleh seorang sejarawan   Belanda, VJ. Verth, dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya   sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat   saat ini. Menurutnya, Belanda mulai masuk ke Pontianak tahun  1194 Hijriah (1773  Masehi), dari Betawi. Verth menulis bahwa Syarif  Abdurrahman, putra  ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam  versi lain disebut  sebagai Al Habib Husin), setelah meninggalkan  kerajaan Mempawah mulai  merantau. Di Banjarmasin , ia menikah dengan  adik sultan bernama Ratu  Sarib Anom. Ia berhasil dalam perniagaan dan  mengumpulkan cukup modal  untuk mempersenjatai kapal pencalang dan  perahu lancangnya. Kemudian ia  mulai melakukan perlawanan terhadap  penjajahan Belanda. Dengan bantuan Sultan Passir, Syarif  Abdurrahman kemudian berhasil  membajak kapal Belanda di dekat Bangka,  juga kapal Inggris dan Perancis  di Pelabuhan Passir. Abdurrahman  menjadi seorang kaya dan kemudian  mencoba mendirikan pemukiman di  sebuah pulau di sungai Kapuas. Ia  menemukan percabangan sungai Landak  dan kemudian mengembangkan daerah  itu menjadi pusat perdagangan yang  makmur, dan Pontianak berdiri.
  •    
  • Menurut cerita mitos yang beredar di masyarakat, kononPontianak itu dulunya sangat seram, semuanya hutan belantara dengan penduduk asli yang sangat sedikit. Dan  konon hantu Pontianak (maksudnya Kuntilanak) paling suka berkeliaran. Karena itu dinamakan Pontianak, dalam mitos itu juga diceritakan tradisi orang Ponti  setiap bulan puasa pasti ada semacam festival meriam.  Acara ini sudah ada sejak dulu  sampai sekarang konon untuk mengusir hantu Kuntilanak.
  •    
  • Kuntilanak (bahasa Melayu: puntianak, pontianak) adalah hantu yang  dipercaya berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia atau wanita  yang meninggal karena melahirkan dan anak tersebut belum sempat lahir.  Nama “kuntilanak” atau “pontianak” kemungkinan besar berasal dari  gabungan kata “bunting” (hamil)dan “anak”.

2 komentar:

terlalu otentik atau sangat berbau sejarah mi, coba dibikin seperti cerita kayak buku yg kita baca wktu kecil dulu asal usul kota pontianak, setiap bacanya merinding dulu, but nice share

Siap Bos...
hehee..
Nice Comment..

Posting Komentar

Followers

Mengenai Saya

Blogroll

Hukum dan Keadilan

Hukum dan Keadilan
Hukum Rimba tetap Berlaku

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More